Playboy, kita tahu adalah majalah porno terkenal dengan tampilan
perempuan-perempuan, yang dalam bahasa agama dan norma ketimuran merupakan
sesuatu yang dilarang dan tabu.
Ada sekelumit cerita
dari GATRA edisi agustus 2011 yang berhubungan dengan majalah ini, yakni tentang
sepak terjang menantu pendiri playboy. Namanya William A Marovitz. Ia terbukti
bersalah melakukan insider trading
ketika melakukan aksi jual beli saham Playboy Enterprise International Inc yang membawahi majalah bersimbol kepala kelinci
tersebut. Meraup untung sekitar US $ 100.000, tetapi harus membayar denda dua
kali lipatnya.
Cerita bermula saat Marovitz memborong 9.000 lembar saham
playboy. Aksi ini didorong informasi yang menyatakan bahwa sebagian saham
Playboy Enterprise International Inc
akan dibeli oleh Iconic Drad Group Inc. Dan benar, dua hari kemudian
harga saham playboy naik 42 %. Informasi tersebut berasal dari sang isteri sendiri
yang sekaligus pengelola perusahaan.
Kemudian Marovitz berhasil menjual 23.752 lembar saham
playboy sesaat setelah isterinya menerima e-mail dari Iconic yang mengatakan
tidak mau berbicara lagi tentang akusisi playboy alias batal. Esok harinya,
harga saham playboy turun 10 %. Terhindarlah si Marovitz ini dari kerugian.
Badan otoritas memberi sanksi bagi Marovitz yang
memanfaatkan informasi dari orang dalam, karena aturan pasar modal jelas-jelas menyebutkan
bahwa transaksi saham harus berdasar informasi publik, yakni informasi yang
telah diumumkan secara resmi oleh perusahaan dan diterima semua orang.
Denda dua kali lipat seperti
yang dijatuhkan kepada Marovitz tentu akan membikin orang menjadi berpikir
ulang kali untuk berbuat jahat. Suatu negara akan menjadi ‘surga’ bagi pelaku
kejahatan jika pelaku begitu mudah menghindari hukuman dan apabila harus
terjerat juga maka sanksinya sangatlah ringan. Sanksi yang tak membuat jera. Bahkan
sering juga ditambah bonus besar: REMISI.
Jadi, omong kosong dengan pertumbuhan ekonomi, pendapatan (GDP)
meningkat, inflasi sesuai ekpektasi dan pengangguran turun jika pembangunan
institusi negara terabaikan. Para ekonom sepakat bahwa pemerintahan yang
kredibel dengan penegakan hukum yang kuat merupakan faktor pendorong
pertumbuhan ekonomi yang utama.
Mengapa banyak modal mengalirnya ke negara-negara kaya yang
surplus, bukan negara-negara miskin yang masih kekurangan modal? Walau secara matematis dengan rumusan
marginalnya, negara yang kekurangan modal akan memberi return yang lebih baik dibanding dengan negara dengan modal
berlimpah?
Jawabannya adalah karena negara-negara miskin mempunyai
pemerintahan yang tak berwibawa, terutama hukumya. Negara juga tidak mampu memberi
garansi akan amannya suatu modal untuk ditanamkan. Selain tentu saja, variabel
teknologi.
Kleptocracy memang
serba susah. Baik dari sisi kaum klasik maupun keynessian. Karena bagi kaum
klasik yang mempercayai invisible hand, pasar akan selalu mampu menemukan keseimbangannya
sendiri, dengan syarat keluwesan harga dan penihilan variabel-variabel
pengganggu untuk mencapai equlibrium.
Disini, kleptocracy hanya akan
menjadi benalu atau tangan yang merampok, bukan tangan yang menolong.
Di sisi lain, keynessian mensyaratkan campur tangan
pemerintah agar pasar cepat menemukan titik keseimbangan barunya, karena dalam
jangka pendek, harga sangatlah kaku (rigid/sticky).
Sementara sekali lagi, dalam kleptocracy,
apa yang bisa diandalkan dari peran pemerintah? Modal bukannya bertambah,
bisa-bisa malah menyusut.
Padahal jauh di abad 18, Adam Smith, ekonom besar dan penggagas
ekonomi liberal/klasik bilang bahwa jika suatu negara ingin hijrah dari
tingkatan barbar menuju kemakmuran tertinggi, syaratnya hanyalah tiga, yakni perdamaian,
pajak yang rasional dan penegakan hukum. Syarat lainnya akan terselesaikan
secara alamiah...”.
Mudah memang, tetapi sayang, banyak negara masih sulit
mewujudkannya.
Jika Anda dan negeri
Anda salah satunya, bisa diartikan, negeri Anda lebih tabu, lebih berdosa dan
lebih absurd dibandingkan dengan
negeri playboy bahkan dibandingkan dengan majalah playboy.
Ya? Atau bukan?