Sabtu, 08 Oktober 2011

Haji 2x, HARAM!


Musim haji tahun ini tengah berjalan. Dua ratus ribu lebih jama’ah kita mulai diberangkatkan. Sementara deretan antrean panjang lainnya mengular di belakang untuk menanti pemberangkatan selanjutnya. Ada yang harus menunggu sampai sembilan tahun lamanya! dan itu bisa terus bertambah interval waktunya. Bukti kemakmuran umatkah atau hanya karena secara riil, ONH relatif tidak terinflasi dibanding harga tanah atau ternak?,  atau mungkin juga karena kemudahan-kemudahan dengan dana talangan dari perbankan?
Musim haji mengingatkan kepada sosok Masdar F Mas’udi. Salah seorang pengurus PBNU ini setahu saya yang melontarkan gagasan bahwa haji bisa dilaksanakan tidak hanya di bulan Dzulhijjah saja. “Al hajju Asyhurun ma’luumaat..” Haji itu di bulan-bulan tertentu. Bukan (satu) bulan tertentu. Mengapa selama ini hanya di bulan Dzulhijjah saja?
Masdar mensinyalir ada kaitannya dengan hadits nabi yang mengatakan bahwa haji itu ‘arofah. Nah,  a’rofah ini diidentikkan dengan dzulhijjah, artinya berdimensi waktu. Sedangkan  ‘arofah, kata Masdar,  seharusnya dikembailkan ke dimensi tempat. Jadi, melaksanakan haji tidak sah jika tidak  wuquf di ‘ariofah namun tidak harus di bulan dzulhijjah. Bisa juga syawal atau dzulqo’idah.
Menarik sekali pendapat yang juga didukung dalil ini. Andai bisa terlaksana, hal ini bisa menekan kecelakaan yang tak diharapkan karena berjubelnya jama’ah di satu tempat dan satu waktu seperti saat melempar jumroh, sa’i dan lain-lain yang mengingatkan kita tragedi tahun-tahun sebelumnya.
Juga  hubungannya dengan pelaksanaan rukun-rukunnya. Lautan jama’ah bisa memacetkan jalanan, hingga untuk mencapai jarak 10 km saja harus berjam-jam di bis, misalnya. Mungkin saja rukun yang mengharuskan untuk bermalam menjadi sudah tidak malam lagi, karena hari sudah terang.
Dengan pelaksanaan haji yang terbagi menjadi tiga kali dalam setahun menjadikan daftar tunggu keberangkatan menjadi lebih pendek. Tidak seperti saat ini yang menjadi lucu dan ironis, karena adanya praktek serobot antrean agar bisa berangkat lebih awal menjadi hal yang biasa. Pertanyaannya, mungkinkah akan teraih haji mabrur dengan cara-cara yang menjauhkan dari kemabruran?
Dan juga Lembaga Bimbingan Haji (LBH) seperti lebih hebat jika mampu me’nyerobot’kan jama’ahnya. Lebih bonafit dan merupakan bentuk ‘pelayanan prima’ jika mampu memberangkatkan jama’ah dari distrik dengan daftar tunggu lebih lama ke distrik dengan daftar tunggu lebih pendek. Asal tahu saja, LBH ini banyak diprakarsai oleh tempat sumber keteladanan umat!
Juga dari laporan Kompas tentang haji musim ini bahwa KPK merilis hasil survei dan menempatkan Kementerian Agama pada peringkat terbawah dalam indeks integritas di antara 22 instansi pusat. Kemenag hanya mendapat angka 5,37 dari standar integritas pusat 7,07. Alasannya di dalamnya terlalu banyak suap dan gratifikasi, teutama dalam penyelenggaraan haji. 
Dengan carut marut ini, agaknya akan keluar fatwa tentang hal ini: “Haji 2x HARAM!” untuk memberi kesempatan yang belum berhaji. Dan alangkah indahnya jika uang lebih yang dipunyai diberikan kepada saudara-saudara yang sangat membutuhkan daripada untuk berhaji 2, 3 atau bahkan sampai 9 kali!
Dan jangan lupa sang uswatun hasanah, Rosulullloh SAW hanya berhaji satu kali sepanjang hayat.

Teringat juga sebuah kisah tentang haji:
Ada seorang yang hendak berangkat haji tapi terhalang oleh bekal yang habis karena diberikan kepada tetangganya yang kelaparan. Apa tanggapan Nabi? “Sebenarnya di sisi Tuhan orang tersebut sudah berhaji....”
Kisah ini memberi sinyal bahwa keridloan Tuhan banyak dititipkan kepada kerelaan mahluknya. Dan bagi Anda yang harus menunggu sampai sepuluh tahun untuk berangkat haji, maka tenangkanlah hati anda. Andai harus meninggal saat sebelum waktu berhaji, saya yakin Anda sudah berhaji di sisi Tuhan.
Akhirnya kita do’akan jama’ah haji kita semoga hajinya mabrur dengan ditandai semakin bertambah kesholehannya sepulang dari tanah suci. Sehingga semakin baik kehidupan pribadi jama’ah dan lingkungannya. Bertambah kedermawanannya. Berkurang bahkan habis kebengalannya. Kalau tiap tahun ratusan ribu orang semakin sholeh, maka tingkat kebodohan, kejahatan, politik uang, korupsi, tingkat pengangguran, kemiskinan, dan tingkat kerusakan ekologis akan semakin berkurang. Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar