Selasa, 11 Oktober 2011

Inflasi

Pelajaran ekonomi di sekolah mendefinisikan inflasi sebagai keadaan perekonomian dimana-mana harga-harga barang dan jasa cenderung meningkat. Ini berarti pula bahwa nilai uang yang kita miliki secara riil mengalami penurunan. Inflasi sendiri merupakan salah satu variabel yang menjadi bahasan utama dalam perekonomian makro, selain PDB (atau Pendapatan Nasional) dan tingkat pengangguran.
Mungkin kita kurang menyadari bahwa inflasi juga bentuk lain dari pajak negara tanpa UU, yakni sebesar nilai penyusutan uang tersebut. Jadi negara bisa meningkatkan ‘penghasilan semu’ dengan mencetak uang, yang biasa disebut seigniorage.  
Bagi pengusaha, inflasi menjadi instrumen pemotong upah dan gaji. Ketika pengusaha merasa bahwa tingkat upah dan gaji karyawannya terlalu tinggi, tentu kurang elegan untuk mengurangi nominalnya. Kombinasi dari pengusah yang segan dan karyawannya enggan, maka biarlah inflasi yang melakukannya.

Itu inflasi di dunia ekonomi. Sekarang kita berpindah ke dunia lain. Ternyata inflasi bisa juga menyerang pemaknaan kita terhadap suatu istilah. Kata-kata tertentu telah mengalami pengurangan nilai dari yang semestinya. Seperti di bawah ini:
Syirik.
Definisi secara bebas untuk syirik adalah perbuatan memposisikan mahluk sebagai Tuhan. Dengan kalimat lain adalah meningkatkan status mahluk menjadi Tuhan. Namun makna sekarang menjadi seakan-akan menyekutukan Tuhan hanya sebatas secara fisik. Sebatas bentuk animisme, dinamisme, dan berhala-berhala lain. Kita sering lupa bahwa memberhalakan pendapat atau tafsir tertentu juga merupakan bentuk lain dari syirik.
Jihad.
Terorisme dan bom bunuh diri merupakan bentuk penyempitan makna jihad. Jihad hanya berkutat dengan kebencian dan darah. Nampaknya jihad telah terhiperinflasi. Padahal menurut Nabi, ada jihad yang lebih besar dari perang Badar, yaitu jihad melawn hawa nafsu. Perang badar sendiri adalah perang yang sangat penting. Andai saat itu pasukan Nabi kalah dan Madinah bisa dikuasai lawan, sejarah akan jauh berbeda dari sekarang.
Jihad harusnya bisa sangat luas. Segala sesuatu yang diusahakan untuk meningkatkan kemanfaatan dan makna hidup, itulah jihad. Bekerja untuk menafkahi keluarga, belajar, mengajar, memimpin, usaha-usaha mengentaskan kemiskinan, pemberantasan korupsi, dan menjaga kelestarian ekologi, dll adalah bentuk-bentuk jihad.
Silaturahmi.
Silaturahmi sekarang ini hanya sebatas saling mengunjung saat lebaran. Seharusnya silaturahmi adalah menyambung kasih sayang sebenar-benar kasih sayang. Seperti yang telah kita singgung di judul lainnya di blog ini, begitu dahsyatnya efek kasih sayang (rohmah). Simpati, empati, berbagi kebahagiaan tanpa iri, dengki, hasud dll.
Inna lillaah wa innaa ilaihi rooji’uun.
Kalimat yang ini sudah dimonopoli hanya saat mendengar kematian. Sebenarnya idiom ini penting untuk menset diri agar selalu ingat akan asal hidup dan tujuannya. Bahwa hidup manusia hanyalah untuk kembali kepada dekapan Ilahi. Untuk selalu menjaga fitrah dan sejalan dengan modal dari Tuhan berupa nurani. Inna lillaah wa innaa ilaihi rooji’uun menumbuhkan sifat-sifat positif dan menjaga hati agar selalu mereguk nikmat kebahagiaan.

Tentu saja anda juga bisa menambah kata-kata lain terinflasi yang sudah ‘membumi’ di sekitar kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar