Senin, 23 Mei 2011

Money politics, dari mana asalmu..

Kita ingin mewujudkan cita-cita luhur bersama? Kita sepakat dengan alat yang namanya kedaulatan rakyat, yakni demokrasi. Suara rakyat suara Tuhan. Dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat. Pertanyaan lanjutan, bagaiamana membangun demokrasi yang ideal? Jihad awalnya adalah mensterilkan segala perekrutan jabatan publik dari poltik padat modal karena sistem kenegaraan yang kita rancang dan aplikasikan takkan mampu menggapai tujuan jika aparaturnya korup. A man behind the gun. Sistem akan lumpuh oleh kolusi, dan check and balance hanya manjadi sarana mentransfer kejahatan.
Ingat JJ Reasseau, ilmuwan Perancis, mengatakan bahwa demokrasi takkan terwujud jika suara rakyat tergadaikan. Pox popule pox money. Ingat pula wejangan para Nabi: penyuap dan yang disuap dilaknat. Padat modal harus diganti padat moral.
Pada mulanya....
Pilkades. Akhir tahun delapan puluhan berlangsung banyak pergantian kepala desa. Para kandidat melihat peluang memenangkan pertarungan dengan memberi beras, kain bahkan uang. Banyak dari mereka yang hanya menggaet status. Imbalan materi hanyalah tanah bengkok, tak sepadan dengan modal awal pencalonan. Peredaran uang diperkeruh dengan para penjudi, bobotoh. Dari para kandidat saja, per suara bisa mencapai seratus ribu rupiah bahkan bisa lebih.
Pilkada Bupati.
Tahun 2000 an, bupati tak lagi dipilih oleh DPRD kabupten melainkan langsung oleh rakyat. Kandidat bupati mengekor modus operandi kandidat kepala desa. Perdagangan haram digelar.. Teori pemasaran dipraktekkan. Market oriented,bukan product oriented. Kutahu yang kau mau, kata iklan sprite. Calon saudagar mengalahkan calon agamawan karena sekali lagi, modal menggeser moral. Butuh puluhan milyar membeli kursi "raja" di sebuah kabupaten. Sudah tak ada lagi penyampaian visi misi.. percuma.. kurang tepat sasaran.. kurang to the point.. ganti dengan serangan fajar... Rekrut tim suksesi yang jujur dan pastikan uang jatuh ke pemilik suara.. UU Pemilu? Ancaman tiga tahun penjara? Tidak mungkin ditegakkan.. Alasan kondusivitas...
Pilihan legislatif kabupaten setali tiga uang.... Saling sikut bahkan bisa terjadi sesama partai.... Modal bisa mencapai 1 Milyar rupiah untuk satu kursi dewan kabupaten. Kalau rata-rata 500 juta rupiah, perputaran uang selama pileg mencapai 22,5 Milyar Rupiah.. Bayangkan untuk kembali modal.... APBD Kabupaten harus raib berapa? untuk Bupati dan DPRD.
Pilihan untuk kawasan provinsi dan negara terlalu luas untuk menebar uang. Walaupun begitu untuk biaya baleho, perjalanan, honor saksi, kaos dll... sangat besar. Yang ini, popularitas mengalahkan ahlak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar