Jumat, 09 September 2011

Berhala ka'bah

Peristiwa pembebasan mekkah telah membersihkan berhala-berhala disekelilingnya. Lambang kemusyrikan dienyahkan. Simbol kebodohan telah dirobohkan. Era baru telah dimulai. Sejarawan mencatat bahwa Nabi Muhammad telah berhasil membangun pondasi bagi peradaban modern. Pribadi tangguh dengan ahlak mulia, demokrasi dengan musyawarah sebagai spiritnya, kecintaan akan ilmu pengetahuan, penghormatan kepada HAM, pelestarian lingkungan, penegakan hukum, Tauhid dll.
Tetapi saya tergagap ketika seorang teman bertanya: “Saya menganggap teman budha saya menyembah patung Gautama, apakah saya juga bisa dikatakan menyembah ataupun sujud kepada ka’bah?” Wah berarti percuma dong, berhala dibersihkan. Atau apa perlu ka’bah ikut dirobohkan?
Jawabannya kira-kira:
Satu, Ka’bah disebut juga baitullah, rumah Tuhan bukan Tuhan. Sebagai qiblat, tempat menghadapkan wajah saat sholat.
Dua, Ka’bah bukan satu-satunya qiblat. Nabi pernah berqiblat sholat menghadap Masjid Aqsha di Palestina sebelum penetapan Ka’bah. Peristiwa perubahan qiblat ini oleh Thariq Ali seperti dituturkan Nurcholish Madjid sebagai bentuk penolakan agama atas formalitas. Karena Qur’an berbicara: “tidak peduli wajahmu menghadapkan ke mana... apakah ke masjid Aqsha ataukah ke Masjid Haram”.
Ketiga, Anda boleh sholat di dalam ka’bah.
Keempat, kelima, keenam,  mungkin Anda yang tahu.
Dan memperlakukan ka’bah bisa jadi seperti lagu Ahmad Dhani: “Bila surga dan neraka tak ada, masihkah kau beribadah, menyembah Tuhan?” atau Sufi wanita, Robi’ah Al ‘Adawiyah yang cintanya kepada Tuhannya tak peduli dia dimasukkan ke neraka ataupun surga.
Akhirnya, jangan-jangan kita juga telah salah menilai terhadap teman Budha yang kita anggap menyembah patung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar