Senin, 05 September 2011

Waktu itu ...

Alkisah ada dua pemuda kembar. Yang satu hidup normal di bumi. Saudaranya hidup di pesawat ulang alik dengan kecepatan melebihi kecepatan bumi mengitari matahari. Setelah 60 tahun berlalu, keduanya bertemu kembali. Betapa kagetnya, pemuda bumi terlihat sangat tua dengan tongkat penyangga, sedang pemuda ulang alik masih terlihat awet muda. Cerita ini dibuat oleh Albert Einstein untuk menjelaskan teori relativitas waktu, teori mulur mungkret.
Jauh sebelum itu, berita ghaib dari Tuhan lewat Alqur-an juga menyatakan bahwa satu hari sekarang akan beda dengan satu hari besuk di akhirat. Mungkin bumi saat akhirat nanti lebih cepat melesatnya. Dan memang kitab suci ini mengatakan bahwa buminya akan beda dengan bumi sekarang. Masing-masing alam akan beda waktunya. Juga alam barzakh. Disinilah hubungannya dengan Agus musthofa yang berependapat siksa kubur tidak ada, seperti juga kata Harun Nasution sebelumnya.
Kita jadi ngeh bahwa waktu begitu relatifnya. Biasanya kita hanya merasa relatif ketika senang dan sedih. Kalau senang, waktu begitu cepat. Kita terbahak kalau dikasih contoh waktu begitu cepatnya bagi pengantin baru. Sedang saat susah atau sedang menunggu kebebasan, waktu terasa begitu lambat. Jam terasa tidak berdetak, hati jadi gemes ketika melihat, misalnya polisi leymowt menangkap koruptor. Lho kok nyampe ke sana lagi..... he...
Orang bijak mengatakan waktu ibarat pedang bermata dua, ke depan dan ke belakang. Artinya, bisa menusuk lawan (bisa berupa kebodohan, kemiskinan, kemalasan dll), bisa menusuk diri sendiri. Kalau yang kedua, maka endingnya adalah penyesalan, yang kata pepatah: sesal kemudian takkan berguna.
Kita akhiri, seperti kebanyakan khotbah jum’at dengan surah Al ‘Ashr:  “Demi waktu. Sesungguhnya manusia merugi, kecuali yang beriman, yang berbuat kebajikan, dan tolong menolong dalam hal kebenaran dan dengan sabar.” Maha benar Allah dengan segala firmannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar