Senin, 22 Agustus 2011

Flatus

Sekali lagi saya harus memikir ulang tentang pelajaran yang lampau.
Dari tuturan seorang dokter bedah, Abdul Mughni Rozy dalam Blue surgeon (2011): “sering kali kentut dan berak dianggap sepele, berada di luar jangkauan pemikiran sehingga jauh disyukuri. Dua hari saja tidak mengeluarkan flatus (kentut), seseorang bisa masuk ruang operasi, terkena komplikasi anestesi, komplikasi pembedahan, perawatan pascaoperasi.......” selanjutnya beliau mengatakan: “......belum lagi biaya yang harus dikeluarkan. Urusannya bisa sangat panjang dan menguras energi. Sekedar info, untuk kelas VIP bisa sampai enam juta rupiah biaya operasinya, belum lagi biaya-biaya lainnya. Jadi, kalau mau memberi harga, sekali flatus harus membayar minimal enam juta rupiah...... fa bi ayyi aalaa i robbikumaa tukadzdzibaan. Banyak ayat ini dalam surat Ar Rohman yang artinya, maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan...”
Sesuatu bau dan menjijikkan sebenarnya adalah sebuah proses suci, serangkai dengan makan minum sehari-hari. Sebuah proses input output yang tidak bisa dipisahkan dan didiskriminatif. Sesuatu yang sebelumnya tampak bertambah buruk karena di surga, konon, manusia tidak berak, dan proses outputnya tergantikan cukup lewat keringat, walau ini mesti perlu pengkajian lebih lanjut. Mungkin bisa dijelaskan lewat ilmu pengetahauan modern, bagaiamana hal ini memungkinkan terjadi, atau sudah ada, tetapi hanya karena keterbatasan pengetahuan penulis.
Dan, saya merasa enjoy kali ini untuk memasuki WC dengan bismillah dan setelah itu alhamdulillah. Bisa kentut dan berak adalah nikmat luar biasa. Allahumma innii a’uudzubika minal hubutsi wal khabaaits.
Setelah bertahun-tahun teringat Pak Guru Agama tidak membolehkan menyebut asma Allah, membawa tulisan-tulisan Arab ke dalam WC.
Ingatlah Allah dimanapun kau berada... saat duduk, berdiri, berbaring.............

Tidak ada komentar:

Posting Komentar