Selasa, 16 Agustus 2011

www.islamliberal.com

Islam liberal, tuh, mencoba memberi penafsiran kembali alQur'an agar tetep fresh, up to date, tak lapuk oleh waktu dan tak lekang oleh zaman. Tak memfosil dan tak hanya menjadi prasasti, bahasa kang Ulil AA. Rethinking, kata M Iqbal. Teks-teks kalam ditangkap spiritnya dengan memperhitungkan konteks zaman turunnya, kemudian di maknai kembali dalam konteks kekinian. Bukan merubah teks-teks alqur'an.
Hal ini tentunya tidaklah mudah. Spirit dan budaya arab, situasi geopilitik, serta aspek-aspek sosial lain era Rosulullah perlu kita dalami. Misalnya, tentang perbudakan yang sekarang sudah tak ada lagi. Juga tentang posisi wanita, misalnya.
Ketika bicara tentang poligami, situasinya adalah: satu, wanita era jahiliyah adalah komoditas yang dengan mudah diperjual belikan. Abang bisa memperistri atau menggundik mereka sampai tak terbatas jumlahnya. dua, perang meningkatkan jumlah janda-janda. Sehingga sangat wajar sekali teks membolehkan berpoligami terbatas, tentu juga untuk alasan membahagiakan wanita. Karena cukup satu isteri saja untuk menyalurkan libido seks abang dan lebih penting adalah sakinah, mawaddah rohmah, kata ustadz. Nah ini tentu beda dengan 2011 M. Bahkan Muhammad Abduh dan Gus Dur bilang bahwa asas pernikahan dalam islam adalah monogami, karena begitu beratnya untuk adil (ingat pengajian kita, bang: term di qur'an tentang adil adalah 'adala bukan qoshota).
Juga tentang hak waris. Konteksnya adalah lelaki yang mencari nafkah. Bagaimana pula jika wanitanya yang mencari nafkah? Butuh pengajian kan, bang.
Abang sudah tahu cerita mengapa khotib jum'ah ada yang pegang semacam tongkat... Ini saya tahu dari khotbah Nurcholish Madjid yang dibukukan, bang. Ceritanya tuh, posisi Rosululloh kan pemimpin, baik sipil maupun militer walaupun bukan semacam kholifah. Mungkin bahasanya: de facto bukan de jure. Kalau dulu, khotbah Rosul bukan memegang tongkat, tetapi pedang. Mengapa riddah (keluar dari islam) tidak boleh dan bagi seorang murtad hukumannya harus dibunuh. Bukan karena islamnya (ingat : laa ikrooha fiddiin, "tak ada paksaan dalam beragama" tetapi lebih karena alasan desersi dan melemahkan semangat jihad yang sedang dibangun.
Jadi islam liberal, islam progresif, islam transormatif atau lainnya itu tidak merubah teks, hanya menafsirkan kembali seperti yang dilakukan oleh pendahulu-penadahulu kita, ya, dik?
Begitulah kira-kira bang. Fenomena seperti ini sudah sangat lama. Dan perlu tahu, nih, bang. ada yang lebih "aneh" lagi dari pemikiran ini. yaitu pemikiran orang-orang yang disebut islam atheis. Kalau atheis kan katanya berhasil membunuh Tuhan, atau kata Nietzshe, Tuhan telah mati. Tapi atheis islam ini masih mempercayai adanya Tuhan namun tidak butuh kehadiran Rosul. Karena menurut mereka, bang, cukuplah otak ini yang membedakan baik dan buruk.
Berarti ndak perlu wahyu dan kenabian?
Oh, ya.. Bahkan mereka mengkritik ritual-ritual yang katanya ndak masuk akal, seperti haji yang mereka sebut upacara paganis.
Wah keterlaluan juga mereka?
Kalau di kampung kita, ustadz bisa memfatwa kafir, ya, bang.
Halo... Haloo.. suara adik di seberang telpon memanggil.
Abang : "ya deh... tapi jangan-jangan, adik yang monogami malah nikah lagi... hi..hi... Soalnya bung karno tuh juga sama, tetapi isterinya... adik hitung sendiri deh. Malah teman debatnya, A. Hassan yang membolehkan poligami, isterinya cuma satu.... he.. heee...."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar