Selasa, 16 Agustus 2011

GURU

Diawali dengan cerita yang sering kita dengar tentang kebangkitan Jepang. Sesaat setelah hancur pasca perang dunia kedua dengan jatuhnya “liitle boy” di Hiiroshima dan Nagasaki, kaisar Jepang membangun kembali negaranya. Pertama yang ditanyakan adalah berapa guru yang masih tersisa. Sang kaisar sadar betul bahwa untuk merebut duniamu maka kuasailah ilmu, seperti hadits nabi, yang seterusnya mengatakan untuk merebut akhiratmu, kuasai juga ilmu. Ilmu memang sangat penting.
Yang menjadi perhatian kita adalah sebagai instrumen penguasaan ilmu, guru sangat berperan penting. Bukan sekedar transfer pengetahuan, tetapi juga sebagai pembentuk karakter yang kuat, ahlak yang karimah dan motivator ulung agar generasi yang akan datang lebih unggul. Guru yang berhasil adalah apabila murid lebih berilmu daripada dirinya. Karena problem akan semakin kompleks.
Manusia yang didaulat sebagai pengatur kehidupan di bumi harus mampu menaklukkan, pertama, dirinya sendiri. Perang dan permusuhan harus dihentikan. Juga eksploitasi atas negara dan bangsa lain diharamkan. Kedua, mampu mengatasi kesenjangan antar mereka. Ada belahan bumi yang makmur sehingga keinginannya sudah melewati batas logika, di sisi lain banyak sekali manusia yang untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup seperti makan saja tidak mampu. Ada keinginan tamasya ke luar angkasa, pesta dengan biaya jutaan dolar, ada jutaaan manusia mati kelaparan. Kemiskinan bersanding dengan merampas hak-hak publik. Selanjutnya adalah kelangsungan hidup manusia di masa-masa datang. Ancaman pemanasan global yang berimbas, misalnya pada munculnya aneka penyakit baru dan ketersediaan bahan pangan. Di khawatirkan di tahun 2050 M, di saat jumlah manusia di bumi mencapai 9 milyar jiwa, saat itulah kelaparan benar-benar menjangkau seluruh dunia.
Guru dan pendidikan yang menyiapkan generasi-generasi baru dengan tantangan-tantangan baru. Bagaimana membentuk budaya sadar lingkungan. Bagiamana mencetak pribadi paripurna yang dalam bahasa pejabat kita, menguasai iman dan iptek. Bagaimana menciptakan varietas baru dalam hal pangan. Dll.
Langkah awalnya, guru sebaiknya melimitkan, bahasa matematikanya, atau mendekatkan sedekat mungkin antara pengetahuan dan aplikasinya di kehidupan nyata. Setiap bahasan di ruang kelas adalah selalu bermanfaat bagi kelangsungan hidup. Link and match, kata mendiknas. Di benak siswa tertanam bahwa ajaran-ajaran tersebut adalah kebutuhan dan tidak muspro.
Misalnya, Matematika akan selalu dipakai sampai ke jenjang pendidikan berikutnya. Kimia bisa memberi pengetahuan bagaimana mengelola limbah atau menemukan obat. Biologi berhubungan dengan kesehatan dan juga lingkungan hidup. Fisika membantu menemukan energi alternatif. Ilmu-ilmu sosial, dan tentunya ilmu-ilmu pembentuk watak dan jati diri.
Tetapi, misalnya, Ekonomi yang diajarkan seperti teks-teks kurikulum adalah ekonomi konvensional yang berbasis bunga. Hal ini tetap penting kita ajarkan karena memang berlaku di banyak negara, dan kita jadi tahu kekarangan-kekurangannya . Guru bisa menyelipkan ekonomi alternatif seperti ekonomi syari’ah (artinya, tidak letterlijk mengekor kurikulum)karena ekonomi ribawi , kapitalis yang rakus dan ekploitatif tentu akan bertentangan dengan ajaran-ajaran lain tentang budi pekerti.
Melihat problem mikro kita, untuk ke depannya, idealnya diperbanyak sekolah-sekolah kejuruan. Diharapkan setelah lulus, sudah terbekali dengan keterampilan-keterampilan tertentu..
Akhirnya, guru dan siswanya mencintai ilmu sampai mati dan guru hanya salah satu referensi di sekian banyak sumber ilmu pengetahuan.
Selamat berjihad guruku....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar